• 08176445555
  • elly@parakramaorganizer.com
  • Lagoon Garden Hall

Sensitifitas Perjanjian Pra Nikah

Pertautan dua hati untuk selamanya tak hanya diikrarkan di depan Yang Mahakuasa saat akad atau pemberkatan nikah. Fenomena baru muncul, perjanjian antara dua orang yang akan hidup bersatu dimulai sebelum pernikahan berlangsung, yang biasa dikenal dengan perjanjian pra-nikah.

Di Indonesia, isu ini boleh dibilang masih sangat sensitif. Pihak yang mengajukan kerap dianggap menebar bibit keraguan terhadap pasangannya. Dianggap terlalu skeptis, pesimis, dan perhitungan soal kekayaan.

Pandangan itu memang sulit ditepis, terutama karena perjanjian pra-nikah biasanya dibuat untuk kepentingan perlindungan hukum terhadap harta bawaan masing-masing pihak. Hal ini kian banyak dilakukan, mengingat tak bisa dipungkiri angka perceraian kian naik dan tak sedikit di antaranya yang direpotkan oleh masalah pembagian harta bersama.

Hal ini pun sebaiknya disikapi dingin. Jika tak ingin hubungan yang dibina berakhir bencana, membicarakan hal ini dengan pasangan jauh-jauh hari sebelum pernikahan sangatlah penting. Komunikasikan secara terbuka dan diskusikan pandangan masing-masing demi mendapatkan perjanjian yang disetujui dan dilakukan dengan rela oleh kedua belah pihak.

Di dalamnya biasanya memuat pemisahan harta kekayaan antara suami dan istri. Perjanjian ini pun ada dua jenis, ada yang pemisahan harta murni, berarti kedua pihak sepakat untuk memisahkan segala macam harta, utang, dan penghasilan yang diperoleh, baik sebelum maupun sesudah menikah. Ada pula yang hanya memisahkan harta, utang, dan penghasilan yang dimiliki masing-masing pihak sebelum menikah. Sementara harta, utang dan penghasilan yang didapat setelah menikah menjadi milik bersama.

Di dalamnya pun dapat termuat pengaturan biaya hidup dan pendidikan anak, demi kesejahteraan anak.

Yang tidak boleh lupa, perjanjian ini harus dibuat sebelum menikah dan disahkan oleh notaris, serta dicatatkan pada lembaga pencatatan perkawinan.

Perjanjian pra-nikah ini pun tidak bersifat baku. Setiap pasangan bisa saja memperbaharui, misalnya setelah 10 tahun pernikahan, dengan dilandasi pertimbangan matang dan mencari solusi yang lebih baik untuk kepentingan berdua.

(ADT/Kompas Klasika)

Sumber: www.kompas.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *