Potensi Bisnis Pernikahan di Indonesia
KOMPAS.com – Setiap calon pengantin pasti ingin pernikahannya menjadi momen yang meninggalkan kesan indah. Keinginan inilah yang akhirnya membuat orang rela membayar mahal untuk mendapatkan sebuah pesta pernikahan yang mewah.
“Tanpa disadari, akhirnya pernikahan menjadi sebuah ‘industri’ bisnis yang sangat menguntungkan bagi orang-orang yang jeli melihat peluangnya,” ungkap Arief Rachman, pemilik Manten House Exhibition Organizer saat Bidakara Wedding Expo 2013 di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Bisnis pernikahan memang menjanjikan keuntungan yang besar, disebabkan banyaknya penduduk dengan usia potensial menikah yang cukup tinggi. Menurut data tahun 2012, jumlah pernikahan di DKI Jakarta mencapai 6.000 pasangan dalam satu tahun. Angka tersebut belum termasuk penduduk di Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi yang menikah. Data Bidakara Wedding Expo 2012 lalu, jumlah transaksi selama pameran pernikahan ini mencapai Rp 18 milyar lebih.
“Dari data di atas, kami cukup yakin bahwa bisnis pernikahan di DKI Jakarta mampu menyumbangkan perputaran uang lebih dari enam triliyun per tahun,” tambahnya.
Bisnis besar kaum perempuan
Jika dijalankan dengan serius, bisnis penyediaan jasa pernikahan dari katering, gaun pengantin, dekorasi bunga, suvenir, sampai tata rias pengantin, juga bisa menyerap banyak tenaga kerja. Arief menambahkan bahwa bisnis ini sebenarnya bisa menjadi bagian dari usaha pemberdayaan perempuan.
“Katering-katering besar seperti Puspa Catering, Alfabeth, dan lain-lainnya, adalah bisnis dengan omset besar yang dikelola oleh kaum perempuan,” jelasnya.
Bisnis jasa pengantin sebenarnya juga tak terlalu banyak menyita waktu Anda di rumah bersama anak-anak, karena biasanya selagi tak memiliki banyak jadwal mengatur pernikahan, Anda juga bisa mengatur jam kerja lebih fleksibel. Tak hanya itu, industri pernikahan juga akan membantu meningkatkan kapasitas, kemampuan, dan kreativitas perempuan dalam berbagai hal, misalnya make-up, atau rancangan gaun pengantin.
“Sayangnya, masih banyak orang termasuk pemerintah yang kurang berminat dalam menggarap industri pernikahan sebagai potensi pemberdayaan perempuan,” pungkasnya.